FOSMI Dalam Kenangan

>> Minggu, 21 Desember 2008

[Dimensi Kepemimpinan]

Oleh : Yanie

Mencoba sejenak menengok kebelakang, menembus dimensi waktu dan kembali ke masa lalu, Forum Silaturahmi Mahasiswa Islam (FOSMI) saya yakin menjadi nama yang sulit dilupakan bagi siapapun yang pernah berada dalam lingkarannya. Ia pun mempunyai kesan khusus bagi saya, bukan karena FOSMI adalah organisasi besar dengan sejarah jumlah pengurus terbanyak dan teraktif diantara semua UKM yang ada di fakultas hukum UNS. Tidak, ini bukan masalah popularitas, terlalu naïf jika sekedar melihat sisi tersebut. Saya memandang popularitas hanyalah efek yang tercipta dari dinamika progresif manusia yang intens didalamnya. Jadi, kesan sesungguhnya datang dari manusianya bukan organisasinya. Ini hanya sekedar refleksi masa lalu yang masih terekem dalam memori saya, yang melihat FOSMI bukan sekedar tempat berkumpul dan melakukan rutinitas organisasi, namun ia adalah laboratorium mini kehidupan, dengannya kita berlajar untuk menjadi manusia yang seharusnya bukan yang pada kenyataannya, yang dengannya pula kita mencoba belajar dari interaksi sesama untuk menjadi dewasa dalam koridor keimanan.

Setiap zaman melahirkan generasi uniknya sendiri. Saya merasakannya paling tidak dalam rentang tiga generasi kepengurusan dimana dua diantaranya saya terlibat total didalamnya. Kekhasan itu menonjol dari gaya kepemimpinan masing-masing. Ilustrasi sederhananya ibarat kereta, pemimpin adalah masinis yang menjalankan lokomotif dan para pengurus adalah penumpang dalam gerbongnya. Pemimpin (FOSMI) adalah pemegang kendali sekaligus ikon organisasi. Karakter pemimpin mempengaruhi kebijakan dan kebijakannya mempengaruhi organisasi. Itulah mengapa saya cenderung melihat keunikan itu lewat gaya kepemimpinan. Saya teringat pertama kali bertemu mereka orang-orang yang terlibat di FOSMI pada saat orientasi mahasiswa baru. Di acara pengenalan UKM seorang laki-laki dengan pe de nya menyambut kelompok kami dengan menyanyikan nasyid Izzatul Islam yang diikuti oleh para pengurus yang hadir disitu. Kalau saya tidak salah judul aslinya Pemuda Kahfi tapi dibuat versi FOSMI-nya, kata ‘kahfi’ diganti dengan FOSMI. Terus terang saja koor-nya tidak sekelas munsyid pro, tapi itu justru membuat kelucuan dan menjadi hiburan tersendiri. Belakangan saya tahu bahwa laki-laki inilah yang menakhodai FOSMI pada saat itu. Sungguh suatu karunia tersendiri bahwa kemudian beliau menjadi guru pertama saya mengenal tarbiyah di kampus. Saya mengagumi kemampuannya dalam membangun pengaruh tidak hanya dikalangan internal FOSMI tapi juga menyatu di berbagai komunitas mahasiswa khususnya di fakultas hukum, saya menyebutnya ‘karakter yang membumi’. Gaya kepemimpinannya yang berapi-api dan sarat dengan lontaran bersemangat terlihat jelas jika berada di depan forum. Saya kira siapapun yang mengenal beliau akan merasakan semangat dan energinya yang sepertinya tak pernah habis. Semoga Allah merahmati beliau.

Generasi berikutnya keunikannya terletak pada gaya kepemimpinan yang moderat dan tenang, paling tidak itu yang tampak dalam pandangan saya. Belum pernah dalam sejarah interaksi saya dengan beliau melihat beliau marah atau berkata-kata keras. Pribadi yang menyenangkan dan sabar, tak heran jika tidak sedikit teman-teman yang berkeluh kesah kepadanya dan kadangkala saya pun begitu. Dalam gerbong kepemimpinan beliau, generasi 2000 tumbuh dengan dinamikanya yang tak kalah unik lengkap dengan plus-minusnya. Saya tahu karena saya juga bagian dari generasi 2000. Mengayomi sekumpulan individu dengan karakter yang beragam bukanlah perkara yang mudah bagi seorang pemimpin terlebih jika berada ditengah arus perbedaan pandangan, ia dituntut harus bersikap bijak. Saat itu saya tidak merasakan bebannya, juga tidak bisa terbaca dari ekspresinya. Butuh waktu sekian tahun bagi saya untuk akhirnya bisa memahami betapa sulitnya menghadapi situasi semacam ini dan betapa teguhnya beliau. Semoga Allah mengaruniakan keistiqomahan kepada beliau.

Nah, kalau mengenai generasi pemimpin yang satu ini menurut saya lebih unik lagi. Tipenya low profile tapi seorang pemikir yang tajam. Cara berfikir beliau yang saya kagumi adalah kemampuannya melihat berbagai permasalahan dalam sudut yang berbeda yang jarang terfikirkan oleh orang lain. Size doesn’t matter mungkin istilah yang cocok buat beliau, meskipun bertubuh kecil berlawanan dengan sifat tegasnya. Karena ekspresi beliau yang (dulu katanya) jarang tersenyum, sebagian teman-teman saya segan sekedar untuk berbicara dengan beliau. Ia membangun kewibawaan dengan caranya sendiri. Meskipun demikian beliau sangat perhatian dengan orang lain terutama para stafnya, termasuk saya. Masih teringat saat beliau memberikan sebuah buku tentang kemurobbian sebagai hadiah milad, itu memberi kesan yang mendalam. Terhadap beliau saya seringkali berkonsultasi tentang berbagai masalah kampus. Bekerja bersamanya menjadi satu pengalaman yang menarik dan pelajaran berharga. Saya masih menantikan untuk bisa bekerja bersama beliau lagi suatu saat nanti, insya Allah. Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kearifan kepada beliau.

Itulah sekelumit kisah masa lalu dari kehidupan dalam sebuah “rumah besar” bernama FOSMI. Ia cukup berarti karena sebagian kehidupan saya di kampus dihabiskan di rumah ini. Sebenarnya ada banyak cerita dari dalam rumah ini dengan berbagi pernak-perniknya yang bersejarah, tapi saya hanya mencoba mengambil satu dimensi terbatas yang harapannya bukan sekedar menjadi cerita romantika masa lalu namun bisa menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya khususnya dalam dimensi kepemimpinan. Mungkin suatu saat akan ada cerita lain dengan dimensi yang berbeda dari sebuah “rumah besar” yang bernama FOSMI. Semoga.

0 komentar:

Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan

Tapi hebat dalam tindakan

(Confusius)

  © Blogger template Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP